Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan
pihaknya mencatat ada 67 pendukung politik pemerintahan Joko Widodo atau
Jokowi dan Ma'ruf Amin yang mengisi jabatan kabinet hingga komisaris
BUMN atau anak perusahaannya sejak pasangan tersebut dilantik pada 2019.
Kurnia Ramadhana mengatakan sejak 2019 sampai hari ini ICW mencatat setidaknya 21 orang menduduki kursi kabinet Jokowi-Ma’ruf.
Sedangkan, 46 orang mengisi komisaris di BUMN atau anak perusahaannya.
“Berdasarkan
catatan ICW setidaknya ada 21 kursi kekuasaan kabinet yang diberikan
kepada orang Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf maupun pendukung
politiknya sejak dilantik 2019 hingga saat ini,” kata Kurnia Ramadhana
dalam konferensi pers virtual “Evaluasi Tiga Tahun Pemerintahan Presiden
Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin” yang digelar ICW, Ahad, 13 November
2022.
Ia mengatakan memburuknya tata kelola
pemerintahan dalam hal konflik kepentingan juga terjadi di perusahaan
pelat merah atau BUMN.
Menurut Kurnia, ICW
mencatat banyak sekali jabatan pengawas perusahaan atau komisaris BUMN
yang dibagi-bagikan kepada pendukung Jokowi sejak dilantik, yang
kemungkinan dipilih Menteri BUMN atas persetujuan Presiden Jokowi.
“Jumlahnya
kalau kami lihat sekurang-kurangnya ada 46 orang pendukung politik Pak
Jokowi, baik dari TKN maupun organisasi tertentu, atau organisasi
relawan tertentu, yang menjadi komisaris BUMN atau anak perusahaannya
hingga hari ini,” tutur Kurnia.
Ia tidak mengenyampingkan bahwa angka ini akan bertambah mengingat banyaknya BUMN dan anak perusahaannya.
“Setidaknya
kami mendapatkan data dari 2019-2022 ada 46 pendukung Jokowi-Ma’ruf
Amin yang mendapat ‘jatah’ sebagai komisaris,” tuturnya.
Kurnia
mengatakan bagi-bagi ‘jatah’ ini adalah konflik kepentingan yang masih
merajalela dan dibiarkan selama tiga tahun pemerintahan Presiden
Jokowi.
Pasalnya, praktik penyubur konflik
kepentingan akan memperburuk tata kelola pemerintahan, terutama dalam
upaya pemberantasan korupsi.
Ia mengatakan Presiden Jokowi membiarkan atau bersikap permisif terhadap isu konflik kepentingan selama kepemimpinannya.
“Kita tahu konflik kepentingan adalah pintu masuk tindak pidana korupsi,” kata Kurnia. [tempo]
0 Komentar