Dua
anggota TNI terluka akibat ledakan yang diduga bersumber dari granat
asap di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, sekitar pukul 07:15
WIB, Selasa (03/12/2019).
Ledakan itu terjadi di sisi utara Monas, sekitar 450 meter dari Istana Merdeka--kantor dan kediaman resmi Presiden Joko Widodo.
"Hasil penyelidikan sementara, ledakan itu diduga berasal granat asap,"
kata Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Pramono saat jumpa pers di kawasan
Monas, Selasa (3/12).
Polres Metro Jakarta Pusat sempat menduga ledakan bersumber dari ponsel.
Namun Gatot memastikan sumber ledakan berasal dari granat asap.
Menurut Gatot, dua anggota TNI yang terluka berada di lokasi kejadian
saat berolahraga rutin bersama anggota lainnya. "Olahraga rutin setiap
hari selasa," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono juga mengonfirmasi dua korban terluka merupakan anggota TNI.
"Yang pertama korban atas nama Serka Fajar, tangan kiri terluka parah,
sedang memegang granat asap. Kondisi sadar. Dia bahkan masih bisa
duduk," kata Eko.
Korban lain bernama Praka Gunawan mengalami luka ringan di bagian paha.
"[Korban ke-2] bahkan memberi tahu teman-teman lainnya untuk meminta
tolong," tuturnya.
Eko menganggap ledakan granat asap bukan sesuatu yang luar biasa. Ia meminta masyarakat untuk tenang dan tak khawatir.
"Kami sedang dalami mengapa ada granat asap di sana," kata dia.
Granat Asap Milik Siapa?
Polri dan TNI belum bisa memastikan siapa pemilik dan awal mula keberadaan granat asap tersebut.
Granat asap biasa digunakan untuk memberi sinyal, menandai target atau
tempat mendarat, dan memantau pergerakan unit. Granat asap umumnya
berbentuk kaleng.
Menurut Gatot, granat asap bisa dimiliki beberapa unit Polri, salah satunya pasukan pengendalian massa (Dalmas).
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksda (Purn)
Soleman B Pontoh juga melihat kemungkinan granat asap tersebut merupakan
milik Dalmas Polri yang tertinggal di area Monas.
Dugaan itu muncul lantaran sehari sebelumnya ada massa reuni alumni 212 yang berkumpul di lapangan Monas.
"Kan banyak kegiatan orang-orang di situ. Pengendalian masyarakat bisa
mengusir orang pakai (granat) asap," kata Soleman kepada reporter
Tirto, Selasa (3/12/2019).
Soleman juga tidak melihat ada indikasi serangan teroris dalam ledakan granat nanas di Monas.
"Tidak ada. Tanggung, buat apa teroris di situ? Tidak ada untungnya.
Kalau teroris, cari untung. Di situ cuma pohon-pohon saja. Kalau
teroris, tunggu saja orang kumpul banyak, (misalnya) di perempatan
jalan," ujarnya.
Dari mana pun asalnya, keberadaan benda tersebut perlu diusut polisi,
kata Direktur Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu
Ulya. Menurutnya, polisi perlu mencari tahu apakah ada faktor
kesengajaan atau kelalaian atas insiden ini.
"Perlu didalami sejak kapan tertinggal? Untuk apa kok bisa ada di dalam
lingkungan Monas? Senin (saat Reuni 212 -red) banyak sekali orang,
kenapa justru Selasa baru tersentuh orang," kata Ulya dalam keterangan
tertulis yang diterima
Tirto.
Ulya mengatakan granat asap bentuknya lebih besar dibanding satu peluru.
Jika memang itu milik Polri, ia mempertanyakan apakah tidak ada
pemeriksaan peralatan usai kegiatan pengamanan.
"Kalau seorang pasukan kehilangan satu biji pasti terasa dan tidak
setiap pasukan Brimob berbekal granat asap. Harusnya segera lapor dan
cari di lapangan," imbuhnya.
Ulya melanjutkan, kepolisian mempunyai rentang waktu yang cukup untuk
mencari barang yang tertinggal usai pengamanan reuni alumni 212. Ia
mengatakan granat asap tersebut bisa saja meledak di tangan masyarakat
atau petugas kebersihan.
Meski begitu, Ulya berharap aparat tidak tergesa-gesa menyimpulkan
peristiwa ledakan granat asap di Monas. Polri perlu menyelidiki
kemungkinan lain termasuk dugaan serangan teroris.
"Dugaan ada yang lempar bom ke arah TNI yang sedang olahraga perlu
didalami. CCTV dari semua sudut perlu didalami karena kemungkinan ini
lebih rasional," ujarnya.
Sumber:
Tirto
0 Komentar