Jokowi Beri Grasi ke Annas Maamun, LIPI: Alasan Kemanusiaan Tidak Layak untuk Pencuri Uang Rakyat

Jokowi Beri Grasi ke Annas Maamun, LIPI: Alasan Kemanusiaan Tidak Layak untuk Pencuri Uang Rakyat

Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris heran dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan grasi ke terpidana korupsi Annas Maamun.

Syamsuddin menilai langkah Jokowi bisa menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia ingin koruptor mendapat hukuman tegas sehingga menimbulkan efek jera pada pelaku dan orang lain.

"Pemberian grasi oleh Presiden @jokowi kepada terpidana korupsi Annas Maamun adalah preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri kita. Alasan kemanusiaan tidak layak untuk pencuri uang rakyat. Salah sendiri kenapa sudah tua dan uzur masih korup," kicau Syamsuddin lewat akun Twitter @sy_harris, Kamis (28/11/2019).

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemberian grasi kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun atas pertimbangan Mahkamah Agung.

"Kenapa itu diberikan? Karena memang dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua dari Menko Polhukam juga seperti itu. Yang ketiga, memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus. Sehingga dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (27/11/2019).

Diketahui, Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi tertanggal 25 Oktober 2019 menyatakan Presiden memberikan pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 tahun menjadi pidana penjara selama 6 tahun, namun pidana denda Rp200 juta, subsider pidana kurungan selama 6 bulan tetap harus dibayar.

Menurut data pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Annas seharusnya bebas pada 3 Oktober 2021, namun setelah mendapat grasi pengurangan hukuman selama 1 tahun diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020 dan denda telah dibayar 11 Juli 2016.

Putusan grasi itu mengembalikan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat yang menghukum Annas 6 tahun penjara pada 2015. Ia terbukti bersalah dalam korupsi alih fungsi lahan yang merugikan negara Rp5 miliar, dan pada 2018 hukumannya diperberat oleh majelis kasasi Mahkamah Agung menjadi 7 tahun penjara.

Berdasarkan surat permohonan grasi yang disampaikan, Annas mengatakan mengidap berbagai penyakit sesuai keterangan dokter, yakni penyakit paru obstruktif kronis (PPOK/COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas (membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari).

Annas dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Annas terbukti menerima USD 166.100 dari pengusaha bernama Gulat Medali Emas Menurung. Uang itu untuk kepentingan memasukkan area kebun sawit dengan total luas 2.522 hektare di tiga kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Kedua, menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.

Ketiga, menerima suap Rp3 miliar dari janji Rp8 miliar (dalam bentuk mata uang dolar Singapura) dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.[ak]

Posting Komentar

0 Komentar